Pilihlah
yang SEIMAN, walaupun sama-sama ISLAM.
entah dari mana kata-kata itu ditemukan, tapi seorang teman ada
yang menanyakan maksudnya apa. Ketika mencoba untuk mengertikan maksud yang
terkadung, pertanyaan yang pertama pasti muncul “Emang ini tulisan siapa?” tapi
sayangnya teman saya tidak ingin memberi tahu. Fine, beberapa detik memandang
kalimat tersebut, jelas kata ‘Seiman’ mengartikan sebuah kepercayaan yang ada
dalam islam. Tapi siapa? Jelas aja teman saya gak akan sampe pemikirannya
sejauh itu.
Belum puas,
saya perhatikan lagi, lagi dan lagi. Karena untuk sekelas dunia teman saya yang
masih terhitung ingusan kok keren ada temannya lagi yang memiliki kalimat ini. Muak
berpikir sehat, akal gila saya bekerja. Yes! Ternyata itu bukan ‘Seiman’ tapi
sepertinya ada satu huruf yang tertinggal, tepat saja yang dimaksud akal gila
saya “Pilihlah yang SENIMAN, walaupun sama-sama ISLAM”. Dari sini justru lebih
leuarsa berkreasi ketimbang harus benar-benar mengangkat kata Iman.
Lalu,
apa maksudnya?
Kembali ke
akal sehat. Ini cukup menguntungkan saya sebagai seniman. Benar saja, jika
benar-benar diperhatikan berita infotaiment, sangat jarang ada seniman yang
tersandung kasus perceraian. Ingat saya membicarakan seniman, bukan anak band. Seniman
memang ada beberapa cabang, seperti musisi, pelukis, penulis sastra, pengukir
dll.
Kita mulai
dari yang paling dekat dengan dunia kita saja. Penulis sastra atau sastrawan (penulis
puisi, cerpenis, novelis, dan sutradara drama/teater) jarang sekali ada
diantara mereka yang memiliki kasus perceraian. Sekali lagi saya tekankan
menggunakan kata JARANG, berarti tetap ada satu atau dua yang tetap kecelakaan.
Ini faktanya, entah hal apa yang mempengaruhi bisa seperti itu, tapi kenyataan
sendiri yang menjawab.
Ada pelajaran
menarik dari sini.
Pujangga
cinta, pujangga demokrasi dan pujangga alam. Sekian banyak puisi-puisi liar
yang pernah saya baca, ketiga jenis pujangga tersebut lebih mendominasi karya
anak bangsa. Yang paling sering kita temukan adalah pujangga cinta, karena
tidak sulit menemukannya. Tapi apa yang sebenarnya yang terjadi dengan
realitas? Tidak sedikit yang (sebenarnya) beropini jika pujangga cinta itu
adalah sosok play boy dengan alasan sering sekali mengumbar-umbar cinta kepada
siapapun. Sebuah opini yang melahirkan fakta menyakitkan, padahal faktanya
tidaklah demikian. Rendra, carilah biografi tentang beliau, adakah catatan
keluarganya?
Lalu bagaimana
dengan pujangga demokrasi dan pujangga alam?
Saya berani
berasumsi saat ini jika mereka tidak jauh berbeda dengan para pujangga cinta.
Seniman lainnya
yang sangat mudah kita temui dan dekat dengan opini yang melahirkan fakta
menyakitkan adalah musisi. Pencitraan infotaiment, mudah sekali menjual harga
perpecahan untuk memperanak rupiah lainnya. Dari hal tersebut, yang benar-benar
perlu kita sadari ada dua jenis musisi. Pertama musisi yang benar-benar berseni
dan yang kedua musisi sebagai profesi entertaiment atau bisnis. Sebagai orang
awam akan kesenian mungkin akan sulit membedakan dari kedua jenis tersebut.
Tapi saya
punya beberapa list musisi yang benar-benar berseni dan entertaiment atau
bisnis. Musisi yang berseni simpelnya mereka tidak akan membohongi diri mereka,
lain dengan entertaiment mereka akan lebih mengikuti apa yang sedang diinginkan
pasaran. Seperti musisi lokal ada Balawan Gitar, Iwan Fals, Pay BIP, Bimbim
Slank, Dewa Bujana dan masih banyak lagi. Lihat, musisi yang saya list adalah
musisi yang bisa tetap kosistent dengan attidude mereka dari pertama hingga
saat ini. Yes! Mereka musisi yang lebih senang membuat sensasi dengan karyanya
dan prestasi bukan dengan rumor.
Lalu bagaimana
musisi yang suka bikin rumor?
Saya tidak
bisa mengatakan mereka semuanya tidak memiliki seni yang sebenarnya, karena
kita kembali lagi ke awal, saya tidak mengatakan ‘tidak ada’ tapi ‘jarang’. Kadang
saya pribadi muak jika sebagian orang berasumsi jika musisi itu kebanyakan
adalah playboy. Satu hal yang mungkin bisa diambil pelajarannya, memang
faktanya seorang musisi yang berseni tidak pernah menutup dirinya dari siapapun
dan apapun namun tetap mengetahui dimana letak batasnya.
Sebenarnya
saya tidak merekomendasikan jika seniman adalah pasangan yang baik dibandingkan
dengan yang lainnya, seakan-akan seniman adalah sosok yang paling setia. No!
buat saya bukan kesetian yang membuat seseorang bisa bertahan, tapi
kebahagianlah yang membuat seseorang tetap setia. Jadi jangan berharap bisa
memiliki pasangan yang setia jika sudah sama-sama yang tidak bahagia. Poin kedua
adalah komitmen, seniman yang benar-benar berseni biasanya memiliki komitmen
yang kuat. Jika tidak percaya, tanyakan pada Balawan mengapa dia tetap bermain
musik yang itu-itu saja, padahal jika dia mau bisa saja membuat pendapatan yang
lebih dari musiknya.
Dipenghujung.
Kembali kepada pokok masalah kita tentang pertanyaan maksud pict dibawah ini.
Jika itu
dipertanyakan kepada saya, saya hanya bisa bilang “mungkin yang nulis lagi
ngantuk, yang dia maksud bukan SEIMAN tapi SENIMAN. Hahaha.”
Jika memang
benar maksudnya adalah SEIMAN, saya tetap bisa mengertikan maksudnya, apa lagi
jika tinggal di kota yang konon katanya saat ini adalah kota yang memiliki
paling banyak pemikiran tentang keagamaan*. Jika dikaitkan dengan paham saya,
bisa dirubah menjadi ‘Pilih yang semusisi, walaupun sama-sama seniman’ nah...
musisi pasti punya genre, tinggal dicari maksud genre yang seperti apa. Atau,
seni itu ada beberapa jenis, tinggal dacari yang kedudukannya sejajar dengan
musisi, seperti yang saya sebutkan diatas. Analogi tersebut tinggal diganti
dalam komposisi keagamaan*. Tapi, hanya saja tidak cukup pantas untuk saya
tampilkan dalam blog saya, besok atau lusa saya bisa digugat karena tulisan
tersebut oleh beberapa pihak yang terkait.
Sebenarnya
banyak interpretasi yang lahir dari kalimat tersebut, untuk penjelasan
detailnya saya tidak cukup berani menuliskan disini. Insyallah gak akan jauh berbeda dengan yang khalayak umum pikirkan, tapi pikiran yang seperti diatas insyallah tidak ada kan? hahaha, kalo ada berati kalian cukup sudah bergeser otaknya, like mer. Saya bebas, tapi saya juga tidak mau
mengganggu kebebasan orang lain.
Satu lagi, siapapun pemilik kalimat ini saya meminta maaf karena sudah saya gunakan sebagai kajian tulisan saya pagi ini.
Selamat berpikir
kembali, sweet morning...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar