Minggu, 02 Februari 2014

ENSIKLOPEDIS PRAKTIS

Delapan puluh enam ribu empat ratus detak detik jam berdetak, menanam arti langkah rotasi bumi setiap harinya. Pagi berganti siang, siang menuju senja, senja menuju malam, dan kembali lagi menjadi pagi. Sesetia sang mentari yang tidak pernah jenuh menyapa jiwa-jiwa yang baru saja terbangunkan dari indah mimpi-mimpi bunga malam. Berlainan dengan sang bulan dan bintang, memang indah ketika ia menampakan dirinya diantara belahan bumi yang kelam. Satu-satu bersinaran diantara satu sinar cahaya yang sintal dan mempesona akan kesendiriannya. Tenang, teduh dan terlihat menawan, bak kembang desa dengan keluguan gadis desa. Lihat, apa yang terjadi dengan esok malamnya, ia menghilang entah kemana perginya. Memang tak selalu yang teduh dan bersinar itu setia. Lain dengan matahari yang tetap setia menyapa jiwa-jiwa pembangun mimpi di pagi hari. Sastrawan pemimpi kini telah kembali untuk selalu menyapa mentari pagi untuk semua mimpi yang sudah dilihatnya. “Mimpi itu tergantung bagaimana kita menjemputnya.”