Minggu, 02 Februari 2014

ENSIKLOPEDIS PRAKTIS

Delapan puluh enam ribu empat ratus detak detik jam berdetak, menanam arti langkah rotasi bumi setiap harinya. Pagi berganti siang, siang menuju senja, senja menuju malam, dan kembali lagi menjadi pagi. Sesetia sang mentari yang tidak pernah jenuh menyapa jiwa-jiwa yang baru saja terbangunkan dari indah mimpi-mimpi bunga malam. Berlainan dengan sang bulan dan bintang, memang indah ketika ia menampakan dirinya diantara belahan bumi yang kelam. Satu-satu bersinaran diantara satu sinar cahaya yang sintal dan mempesona akan kesendiriannya. Tenang, teduh dan terlihat menawan, bak kembang desa dengan keluguan gadis desa. Lihat, apa yang terjadi dengan esok malamnya, ia menghilang entah kemana perginya. Memang tak selalu yang teduh dan bersinar itu setia. Lain dengan matahari yang tetap setia menyapa jiwa-jiwa pembangun mimpi di pagi hari. Sastrawan pemimpi kini telah kembali untuk selalu menyapa mentari pagi untuk semua mimpi yang sudah dilihatnya. “Mimpi itu tergantung bagaimana kita menjemputnya.”

Entah dari mana akan memulai semua cerita ini, setiap sisinya memiliki sudut pandang yang mapan untuk dijadikan sebuah cerita. Mungkin fiksi, tapi berbenihkan sebuah realistis dan harapan. Selalu ada doa di setiap mimpi, apapun itu selalu tertanamkan doa. Aku terkadang juga takut dengan cerita doa yang menjadi sebuah belati. Belati berkarat, lama tertancap dalam sebuah kesenangan atas kenafikan surga dunia. Ia siap dicabut, sudah dipastikan akan menyisakan perih yang teramat sangat, menghujam doa-doa yang lama membusuk karena terasingkan kefanaan duniawi. “Aku sadar dan dengan sengaja menenggelamkan diriku dalam kolam kokain, ‘Out Head My Mind’ membawa aku justru tersesat dan mengaburkan segala pandangan.”

Kemarin sudah menjadi cerita, kini saatnya merencanakan cerita apa yang akan ditulis untuk kemarin. Kembali kepada niat, agamais bilang. Tapi tidak semua hal bisa diwujudkan sesuai dengan planing yang ada, ada kala semua yang tertulis di atas proposal itu tidak sesuai dengan keadaan setempat. Untuk itulah kita menulis catatan kaki, jejak-jejak yang tidak ada dalam hitam di atas putih disinilah arti sebuah cerita diungkap.

Ying dan Yang, teori kuno China yang ternyata itu memang harus tetap Ying dan Yang. Apalah arti sebuah perjalan hidup jika jalan yang dilalui sebuah jalan tol? Kadang kita memang harus berbelok untuk menuju tujuan yang diinginkan. Puncak yang indah dan tinggi jalanya pasti berkelok, pantai yang mempesona pasti selalu jalannya naik-turun. Seperti itu juga sebuah perjalanan kehidupan, menjadi orang yang rendah hati sulit apalagi menjadi orang sombong, sudah jalan berkelok-kelok menanjak pula. Tinggal tentukan kemana arah kemudi kalian.

Setelah bergelut dengan kenyataan yang pahit dihadapi, kini aku temukan jawaban semuanya itu. Yaa, menghangatkan kembali doa-doa yang kadar luarsa. Jika setiap ucapan adalah doa, maka pikiran yang belum terucapkan juga bagian dari doa. “Apa yang aku inginkan?” hanya sebuah kehidupan cukup dan sejahtera. Mungkin kehidupan diantara kota dan pedesaan juga menyenangkan, tidak tinggi tidak rendah, tidak jauh juga tidak dekat, tapi cukup. Seperti menstabilkan sebuah ilmu, teori harus seimbang dengan uji lanpangan dan kebutuhan sehari-hari. Begitu juga tentang sehat dan sakit, jika sehat selalu maka kita tidak akan tahu kapan kita akan berhenti untuk beraktifitas. 

Kata orang kalo sakit itu adalah sebuah ujian, tapi beberapanya juga mengartika jika orang yang sakit tersebut sedang disayang oleh Tuhan. Memang sulit, tapi secara pribadi saya mengartikan sakit memang Tuhan sedang melebihkan rasa sayangnya agar kita diberi sebuah alasan yang kongkrit untuk berhenti beraktifitas. Jadi nikmati saja dan syukuri apa yang Tuhan berikan, semua pasti ada momennya sendiri jika bisa dinikmati. Jangan dipikir berat, sebelum penyakit itu menjadi sakit yang lebih berat.

Ada jejak yang tertinggal dari sebuah langkah kongrit dari realitas. Jika kalian fahami betul sebenarnya tidak kalimat utama dalam tulisan ini, tapi setiap kalimat adalah bagian penting semua, jika tidak faham bacalah kembali keatas. Tenang saja itu tidak akan menurunkan nilai harga diri dan mengurangi jumlah hasil test IQ, EQ dan SQ kalian. Sukar mungkin, tapi sebelum masuk sudah dikatan ini bukan konten umum, jika setuju berarti kalian bagian dari orang-orang sudah cukup dikatan dewasa.

Ketika sakit pikiranku ikut sakit, sulit sekali berpikir secara sehat apa lagi bertindak secara sehat. Jalan-jalan pintas seperti mati menjadi bisa dikatakan sebagai pilihan lebih baik. Why? Ingat akan janji Tuhan yang mengatak kehidupan kedua itu abadi dan semua serba indah. Apa yang ada di dunia terlarang maka disana akan menjadi hal yang lumrah bahkan diperbolehkan, sangat menyenangkan bukan? Maka mati adalah jalur singkatnya. Sejenak disiksa dalam neraka tidak akan sebanding dengan janji surga yang indah, right? Tapi sayang setelah sadar jika itu hanya pikiran ketika sakit, ketika sehat ada harapan yang lebih dari itu. Sangat terdengar miris ketika saat kita mengalah dengan yang namanya kematian, meski kematian itu selalu menanti kita di depan pintu kamar atau rumah.

Ada sedikit kenyataan yang sulit untuk diterima, apa lagi ketika berbicara kematian yang pasti datangnya. Pasti akan terasa lama jika ditunggu, jadi gunakan waktu menunggu itu dengan tetap beraktifitas dan melakukan hal-hal yang lebih baik ketimbang hanya berdiam diri dan mengunci diri di dalam kamar. Tapi ada ilmu gila yang bisa diinterpetasikan dengan pikiran sehat dan sakit tentang kematian. Orang sehat akan berkata seperti di atas, tapi bagi orang sakit kematian bisa saja dipercepat dan ditunda. Bagaimana mungkin? Yaa tentu mungkin, karena orang sakit selalu memiliki harapan baik dan buruk, termasuk pikiran berbaik sangka atas kehendak Tuhan dan mematahkan kehendak Tuhan. 

Jika seseorang mengidap penyakit yang mematikan dan enggan untuk menyembuhkan dirinya justru melakukan tindakan untuk memperparah keadaannya secara tidak langsung dia mempercepat kematiannya. Lain halnya jika orang tersebut berusaha untuk sembuh dan mengikuti semua kegiatan penyembuhannya, maka secara tidak langsung dia sudah menunda kematianya. So, kematian juga bagian dari pilihan kita. Bisa dikatakan kematian 51% takdir Tuhan dan 49% adalah kemauan kita sendiri. Sangat dekat bukan? Sudah jangan dipikirkan abot-abot, ini hanya mindset orang sakit menjelang sehat.

Memang masih kontroversi kehidupan, tapi ini adalah jejak-jejak pejuang yang selama ini hanya tabu bagi mereka. Sayangkan jika dunia seluas ini tapi pikiran kita hanya sebatas peti mati. Hidup ini memang bagi mereka-mereka yang siap bertarung dan berjuang, bahkan sebelum kita menjadi segumpal daging dan ditanamkan jiwa, petarungan dan perjuang itu sudah terjadi dan yang kuat serta berkualitas akan menjadi pemenang (baca; Proses pembuahan ovarium). Jika kita menyerah kepada kenyataan dan takdir, apa lagi arti perjuangan sebelum-belumnya. 

Selalu ada harapan di setiap sudut kehidupan yang menyempit, karena keadaan menyempit maka tugas kita bagaimana memperluas keadaan tersebut. Nonsens tentang harapan yang di depan mata, itu bukan lagi sebuah harapan tapi namanya kesempatan. Harapan itu tersembunyi tapi ia pasti adanya, karena harapan hanya milik mereka yang masih memiliki harapan untuk tetap berharap. Jiwa pejuang tidak akan berhenti maju meski dia tahu yang dihapanya adalah sebuah kematian, karena pejuang sadar jika kematian adalah hal yang pasti. Maju atau mundur pasti akan mati, tinggal bagaimana kita menentukan akhir dari kematian itu.

-The End-

2013 Oktober 06.

Tidak ada komentar: