Rabu, 15 Januari 2014

Pesan Singkat


Seharusnya kita bisa buat ini lebih indah lagi, cerita ketegangan ditengah-tengah yang lainya bergelut dengan mengulas materi-materi yang sudah berlalu. Kita balut semua itu dengan perhatian, mengingatkan, berbagi kisah usang, dan segala kesenangan yang benar-benar membuat aku semakin mendekati-Nya dan melupakan jika ini sedang ujian. Melalui pesan-pesan singkat, kita menjadi saling mengenal, masih terlalu dini untuk kita bisa bertemu dan berdialog banyak hal.


Malam diantara bintang timbangan dengan kalajengking, benar-benar melambangkan keadilan. Keadilan bagi mereka yang baru saja hijrah dari kejadian yang menimpa memori masa lalunya. Tidak jauh memang, masih dekat, bahkan cukup dekat untuk dikatakan sebuah masa lalu. Kesempatan untuk memulai diri yang baru serta kehidupan yang baru, kita berjalan dengan bersama di dunia yang sudah terlalu lama tenggelam dalam sebuah kekeliriuan. Kita berwacana, mengeluarkan segala apa yang ada di kepala dan hati, apa yang terlihat dan terdengar. Yaa… kita alami itu.

Berawal kisah dari sebuah keputus asaan sebuah harapan untuk hidup, aku menelusuri lorong-lorong sunyi. Tidak terdengar suara angin malam, sapaan hangat mentari pagi, tatapan sintal rembulan dan kelap-kelip bintang. Semua memudar di pinggir pantai harapan. Aku benar-benar merasa sendiri saat itu meski berdiri di tengah keramaian. Aku benar-benar terbebani dengan semua tarian jemari yang mengutuk hidupku sendiri. Tidak banyak alasan, yang terpikirkan bagaimana mengakhiri semua beban ini. Yaa… kematian pilihan yang benar-benar paling mutakhir untuk segala masalah di dunia ini. Meski tidak pandai beriman, tapi aku selalu yakin kehidupan setelah kematian adalah sebuah kepastian, adanya tentang surga dan neraka.

Pikiran gila mencari cara untuk mengakhiri penderitaan ini tanpa menderita. Ditemani kawan sepergilaan, akal sehat benar-benar tidak lagi bekerja. Kami berdialog seakan-akan aku akan mati esok, membicarakan bagaimana caranya mati tanpa meciptakan rasa sakit dan beberapa wasiat untuk semua barang-barang pribadi yang akan aku tinggalkan, bahkan aku berpesan dimana aku akan dikuburkan. Keadaan saat itu benar-benar kacau, seakan-akan Tuhan tidak lagi akan memberikan aku kesempatan. Kekuatan sugesti yang sering mereka bilang tidak lagi berlaku saat kesehatan mengvonisku dengan vonisan yang membunuh kehidupan.



Senjapun bergulir menjadi malam, tapi aku juga belum berani mengakhiri hidupku. Padahal tidur tidak pernah lelap, mimpi selalu saja gelap dan pagi bersambut selalu buta. Hpku berdering, tanda ada pesan singkat masuk. Tidak banyak berharap karena aku tidak lagi memiliki harapan. Tapi siapa yang menyangka, kali ini bukan pesan dari penagih perhatian. Ya dia yang sempat lama menghilang dari kehidupanku, mungkin lebih tepatnya aku yang tidak pernah menganggapnya ada lagi. Dari sini mulailah sebuah dialog-dialog singkat, yaa namanya juga dari pesan singkat pasti isinya singkat-singkat. Dalam dialog tersebut membuka sebuah pintu harapan yang aku pikir aku tidak lagi memiliki harapan atas segalanya. dengan pesan singkat itu dia memercikan beberapa semangatnya dan pengajaran tentang harapan. Akan sulit dipercaya, ketika pesan-pesan singkat itu benar-benar membuka pintu-pintu mimpi yang selama ini selalu gelap. “sekalipun kamu bersembunyi dan hanya berdiam diri di dalam kamar, kematian akan tetap datang. Jadi gunakanlah waktu yang ada untuk hal yang lebih bermanfaat dari pada hanya merenungi penyakitmu itu.” Itu adalah pesan singkat menutup dari kebuntuan hidup.

Keesokannya aku bangun, lihat mentari pagi kembali menyapa ku meski aku terlambat membalasnya. Pagi ini menjadi pagi yang sepertinya siap dibakar. Aku coba kembali menengok cerita kehidupan yang beberapa pekan ini aku tinggalkan. Kata pertama yang terujar “What the hell it!?” semua berantakan. 
Sial!, semua benar-benar berantakan. Bahkan aku sampai bingung mau memulai dari mana aku merapikannya, padahalnya hanya sekitar dua pekan aku meninggalkan, tapi seperti menciptakan kekacauan dalam setahun. berniat hanya menengok saja tapi tanpa sadar aku justru kembali terlibat, seakan-akan aku lupa sedang dalam penyakit yang belum jelas akankah memberikan aku kesempatan kesekian untuk hidup lagi menjadi sosok pria yang macho dan kharismatik.

Ku pacu tembakau dengan irama yang mengalahkan kereta-kereta eksekutif, semua hal di kepalaku yang tertulis besar “ini harus kejar tayang.” Ku susun lagi kehidupan yang sempat hampir dikuburkan, melupakan dengan sengaja penyakitku, persetan dengan obat-obatan yang membuat kinerja jadi berkurang. Berangkat dengan cinta dan harapan, event yang hampir membuat aku kembali jatuh akhirnya sukses dengan bangga aku bisa membesarkan kepalaku. Hey, aku baru tersadar ternyata aku sudah bangkit. Aku sudah kembali hidup. Aku sudah kembali memiliki gairah dan harapan. Aku sudah memiliki kembali hidupku, aku bisa kembali membuka mataku. Sekitar yang beranggapan aku adalah penting, membuat aku benar-benar berpikir, jika aku masih hidup sepertinya akan bermanfaat buat mereka meski kontrak ini hanya akan berjalan satu atau dua tahun lagi. Tapi setidaknya aku berarti disini, dari pada hanya mengurung diri di dalam kamar untuk menghindari kematian.

Semua akhirnya berlalu untuk sementara waktu, dan aku bersyukur semuanya diakhiri dengan harapan dan doa yang menjadi nyata. Aku memang tidak berjalan sendiri selama ini, semua langkah, peluh, kesal, lelah ditemani oleh pesan-pesan singkatnya, pesan singkat yang memberikan aku penghidupan, memercikan kembali api semangat dalam jiwa yang sungsang, dan menuangkan kembali harapan hidup yang kosong. Hingga akhirnya aku berani memanjat tebing-tebing doa kembali pada-Nya setelah sekian lama aku menjauh, dan terujarlah doa... 
“Yaa Allah, Paduka tahu aku dulu pernah menyukainya, bukan karena paras, harta dan penampilanya yang kata mereka mirip malaikat. Tapi aku menyukainya karena hal yang aku sendiri tidak tahu mengapa aku menyukainya padahal dia jauh dari tipeku selama ini untuk dijadikan pendamping hidup dan aku telah memupuskan asa juga padanya ketika kita saling menjauh. Kini dia telah menunjukan aku jalan kesempatan-Mu yang mungkin akalku pun tidak mampu menjangkaunya. Atas segalanya yang telah Paduka berikan aku bersyukur termaksud pertemuan denganya. Jika dia baik untuk dunia dan akhirat ku kelak, izinkan dia menjadi jodohku, jika tidak jadikan lah kami saudara muslim yang baik, agar kebersamaan ini tidak hanya di dunia ini tapi juga di surga-Mu kelak. Amin.”
“Yaa Allah, Paduka tahu aku dulu pernah menyukainya, bukan karena paras, harta dan penampilanya yang kata mereka mirip malaikat. Tapi aku menyukainya karena hal yang aku sendiri tidak tahu mengapa aku menyukainya padahal dia jauh dari tipeku selama ini untuk dijadikan pendamping hidup dan aku telah memupuskan asa juga padanya ketika kita menjauh dan sadar kalau kita tidak akan cocok. Kini dia telah menunjukan aku jalan kesempatan-Mu yang mungkin akalku pun tidak mampu menjangkaunya. Atas segalanya yang telah Paduka berikan aku bersyukur termaksud pertemuan denganya. Jika dia baik untuk dunia dan akhirat ku kelak, izinkan dia menjadi jodohku, jika tidak jadikan lah kami saudara muslim yang baik, agar kebersamaan ini tidak hanya di dunia ini tapi juga di surga-Mu kelak. Amin.”
Begitulah doa pertama yang aku ujarkan tentangnya, dan pertama kalinya aku menyelipkan nama orang lain dalam doaku di sepertiga malam. Siapa yang bisa menyangka setelah itu aku akan bertemu lagi dengannya di dalam mimpi. Mimpi yang kedua setelah terakahir dia menjelaskan tentang kematian. Tidak ada kata aneh buatku dengan apa yang terjadi dalam mimpi, hanya saja akan terasa aneh jika itu dipadukan dengan kenyataan. Karena disini, di dalam mimpi satu-satunya semua hal menjadi halal dan kebebasan sejati ada, yaa itulah mimpi.

Mimpi pertama, mimpi kedua hingga mimpi keempat yang hadir secara beruntun justru membuat aku tersesat, haruskah aku bahagia atau mengumpat doaku sendiri. Aku memang berdoa itu tidak berharap untuk diberikan jawaban secepat itu, dan aku juga tidak menyelipkanya dalam sholat istikhoroh. Bukankah aku sudah memutuskan tidak akan bermain hati lagi setelah semuanya yang pernah terjadi. Dan aku pun belum memiliki kesiapan jika mimpi itu adalah nyata dari jawaban doaku sendiri, meski akhir-akhir itu aku sering mengalami mimpi yang menjadi nyata. Pada akhirnya aku memutuskan untuk pergi kepuncak untuk mengujarkan terakhir kalinya doaku itu, karena di dalam batin aku takut doa itu yang akan menguliti nadzarku sendiri.

Mentari kembali menggugah sisa mimpi semalam, para pejuang perubahan hari akan dihadapkan dalam peperangan yang menguras tenaga dan pikiran. Sebagian sibuk menyiapkan amunisi, sebagian lagi sibuk menyusun rencana dan lainya tetap dengan hari-hari biasanya, dan aku? Yaa… aku sibuk dengan beberpa pesan-pesan singkat dengannya, bukan materi ujian yang kita bahas tapi lebih kepada ujian hidup. Hingga mengantarkan sebuah pertemuan yang menguak semua tentangnya yang sebenarnya. Lagi, disini awal sebuah masa lalu yang bangkit dari kuburnya. Akan sulit dipercaya, kami memiliki batu nisan masa lalu yang sama.

Awal bintang sang kalajengking, membuat aku merasa dunia menjengking. Sejauh ini aku melangkah ternyata hanya berada di satu sisi dunia saja, seluas ini kawasan yang pernah aku kuasai tak aku sangka semuanya hanya sejengkal saja dari pandangan, pendengaran dan sentuhan. Apa yang dia ceritakan hanya berupa copyan dari apa yang aku ceritakan. Tidak semuanya memang, tapi sebagian yang bisa dikatakan berasal dari akar yang sama. Awalnya aku sulit percaya, setelah mimpi, kini mengapa masa lalu yang sama juga, dan kesama-samaan lainya. Inikah bagian skenario-Mu Tuhan? “Eh ternyata, kita baru sadar jika dunia ini sempit sekali. Apa mungkin kisah Adam dan Hawa seperti ini? Tak lagi mengherankan jika akhirnya mereka bertemu juga meski di bumi sangat luas. Meski dunia kita sama, tidak ada yang menjanjikan kita akan bersama selamanya, karena bersama belum tentu jodoh.” – Batin.


Berlanjut dalam pesan-pesan singkat, kita benar-benar saling berbagi kebaikan, perhatian dan kepedulian, meski di dalamnya ada perasaan yang mengganjal. Entah apa itu aku pun tidak mengerti, yang aku tahu itu memang mengganjal. Kata sebagian orang aku sedang jatuh cinta, benarkah seperti itu yang aku alami? Bahkan aku tidak tahu rasanya jatuh cinta, apakah akan seperti aku jatuh dari sepeda atau motor? Atau justru seperti menjatuhkan diri diatas kasur spring bed? Kerisauan hati benar-benar menjadi-jadi, setiap pandangan kita bertemu meskipun hanya sedetik berlalu. Yaa… aku benar-benar di ujung tebing, entah surga atau neraka dibawahnya. Tapi lihat, di tepi tebing ada sebuah jembatan untuk melewati jurang ini. Tidak, aku tidak bisa melewati jurang ini dengan singkat, aku sudah berjalan sejauh ini, akankah lagi aku melewati ini. Siapa juga yang menginginkan perjalannya berakhir pada sebuah jurang, yaa… ini adalah skenario Tuhan, baik aku akan turun kedalam jurang tersebut, itulah keputusanya, aku menjatuhkan diri kepada hatinya. 

Dua pekan berlalu, ujian yang seharusnya membuat fisik dan pikiran bekerja dua kali tapi yang aku lalui justru hal lain, tidak sibuk membaca materi ujian tapi sibuk dengan pesan-pesan singkat darinya. Yang lain ribut menghafalkan materi, aku ribut menghafalkan kebiasaan-kebiasaannya. Yaa… ini satu-satunya waktu dimana kami tidak lagi menjadi dua kubu yang berlainan waktu. Hingga aku bisa mengingat dengan alam sadar bawahku semua kegiatanya, waktu-waktu kami bisa saling mengirim pesan singkat dengan volume tinggi, mengingatkan waktu sudah masuk sholat, mengingatkan untuk mengaji, waktunya untuk tidur dan bangun lagi untuk kembali pada-Nya, dan saling mengirim pesan-pesan motivasi, intesitas komunikasi kita semakin dekat, intesitas pengetahuan kita semakin memliki. Puncaknya tidak ada lagi kata aku atau kamu, yang ada hanya aku. Dua pekan UTS yang menyenangkan, sulit aku percaya jika dalam uts saat itu aku tidak banyak belajar materi dari perkuliahan, tapi justru mempelajari materi-materi kehidupanmu dan setiap pesan-pesan singkatmu.

Centaur benar-benar menancapkan panahnya dihatiku, inilah masa aku kehilangnya. Kehadiran putra lotus merusak keadaan. Keadaan yang sudah lama tidak aku rasakan, cemburukah aku?
Langit temaram, senja tak bersahabat, hujan akhirnya membasahi hati yang terbakar cemburu setiap harinya. Awan hitam menutupi pikiran untuk kembali berpikir sehat. Oh no, apa yang sebenarnya yang sedang aku alami, bahkan akupun belum pernah menyatakan kejelasanya. Maka aku simpan semua serpihan hati ini dalam satu ruang yang mungkin tidak akan ada orang yang mengetahui. Hanya untuk aku dan senja yang melihatnya.


Selang beberapa hari kemudian, cerita lain lagi yang terlahir dari pesan-pesan singkat. Tangisan tak bersuara, itu mungkin kata yang bisa menggambarkannya. Harapan yang menertawakanku, kini harapan itu menjadi sebuah tanggungan yang harus aku pikul dan beban juga. Pesan-pesan singkat yang menjadi saksi perkenalan kita dalam diri yang baru, kini benar-benar mengantarkan kita menjadi lebih dekat bahkan lupa dengan pesan-pesan singkat. Sayangnya kedekatan itu membuat kita jauh secara tersirat. Kini kembali lagi waktu ujian, bahkan aku lupa sedang ujian dan mengingat yang pernah terjadi. Kamu tidak ada lagi dalam pesan-pesan singkatku. Tapi aku masih menyimpannya dengan baik untuk kelak menjadi cerita jika kita sudah tidak lagi bersama.



Rock n’ Roll Jatuh Cinta.
Terbangun aku dari rangkaian kembang lelap.
Wajahmu menyambut keterjagaanku di pagi buta.
Oh sial itu adalah foto yang menjadi kontak di hpku.
Pesan singkatmu yang lebih tepat menyambutku.

Seketika aku terjaga diantara nikmatnya cumbu selimut.
Berbohong sedikit mungkin itu awal langkah setiap pagi.
Waktuku tidak pernah rapi dan selalu kusut.
Tapi wajahmu selalu menggantung di kamarku setiap hari.

Hari ini bangun pagi lagi teringat lagi wajahmu.
Liat hp ku belum ada pesan singkatmu.
Melihat sekitar mencari seberkas senyummu kemarin sore.
Good, dia masih membekas dibalik gitarku.

Malam ini aku mengutuk gitarku.
Dia sumbang ketika bernyanyi untuk namamu.
Suaraku tidak lagi menjadi merdu seperti kerak whiskey.
Lebih halus mengalahkan para Saat di televisi.

Oh gadis apa gerangan yang ada dihatimu.
Tidak kah kamu tahu jika wajahmu telah merusak suaraku.
Aku bahkan lupa dengan lirik-lirik lagu kemarin.
Tatapanmu benar-benar merusak distorsi gitarku.

Tidak ada komentar: