Kamis, 09 Januari 2014

Inspirasi Tanpan Batas

Inspirasi.

Setelah kemarin ikut workshop penciptaan karya sastra yang diadakan oleh pihak jurusan, dan kita diwajibkan untuk membawa cerpen hasil karya sendiri. Karena emang yang lagi dibahas tentang pembuatan cerpen. Pada kesimpulannya dari workshop itu sebagian anak bertanya tentang ending cerita dan menemukan inspirasi. Yaap, ini memang sering terjadi, tapi apakah kita sadar ketika inspirasi datang kita langsung menuliskannya? (pragmatic)
sejatinya inspirasi itu ada dimana-mana men, mereka berhamburan, saking banyaknya kita jarang meilhat mereka dan yaa sudah berlalu seperti debu.

Tapi kali ini saya gak bahas bagaimana kronologi acara tersebut, tapi saya ingin berbagi cerita pasca acara tersebut. Gak disangka, acara yang sebenarnya Cuma diwajibkan untuk mahasiswa semester 3 PBSID FKIP UMS ini juga sampai beritanya ke kampus tetangga. Yap dia adalah temen saya, saya juga kaget karena dia menyelinap masuk. Menurutnya acaranya keren, tapi basi. Pembicara memang penulis yang baik, tapi sayangnya kurang baik untuk dijadikan pembicara. “kayaknya kamu lebih cocok jadi pembicaranya ketimbang itu bu dosen.” Kata temen saya setelah beberapa saat kita berbincang-bincang sambil bernostalgia pasca acara.

Sedikit terbang waktu dibilang gitu. Eits… bukan atas dasar pertemanan dia bilang gitu tapi memang obyektif karena ada penjelasanya. Ketika diakhir acara kita para peserta disuruh untuk membuat cerpen dengan tema yang sudah ditentukan, yang mahasiswa bertema istri nabi dan yang mahasiswi tentang nabi. Dan dari pengamatan temen saya ketika dia melihat kiri dan kananya, hamper semua menulis tentang kisah sebenarnya, kisah yang sesuai dengan pengalaman cerita-cerita yang pernah mereka dengan. Semakin monotone ketika dia lihat semua menuliskan tentang Nabi Yusuf. Klasik katanya, karena ketampanan Nabi tersebut. Yaa saya setuju, meski dikatakan Nabi Yusuf adalah nabi paling tampan, apa gak ada inspirasi di nabi yang lain. Kalo gitu secara tidak langsung ketampanan adalah bagian dari inspirator.

Tapi, teman saya jauh lebih menarik ketika mendengarkan bacaan cerpen saya yang saya buat secara mendadak. Awalnya dia piker saya akan sama saja dengan yang lain, mencari tahu siapa istri nabi yang paling cantik. Tapi baginya menjadi menarik ketika saya membacakan cerpen dadakan saya yang saya ambil dari Siti Hawa, yap istri dari Nabi Adam. Sebenarnya saya masih ragu, apakah mereka benar-benar sudah melaksanakan pernikahan, sehingga bisa dikatakan pasutri? Lupakan. Tapi bagi temen saya udah gak heran kalo seorang Syarif itu selalu ngawur dan bisa berjalan diluar jalan yang seharusnya. Tadinya pula teman saya berpikir kalo pembicara akan mengatakan itu cerita yang buruk karena banyak ngarangnya, lain cerita ketika pembicara yang satu lagi mengatakan itu adalah cerita yang menarik. Dan tiba masuk sesi pertanyaan dalam dialog kita, dia bertanya,
  1. “bagaimana bisa kamu berpikir merubah konsep keislamian gitu menjadi cerita cinta remaja umum?”
  2. “inspirasimu dari mana sih, kok seketika gitu bisa nemu pikiran itu?”
  3. “gimana caranya sih Rif nemuin inspirasi dengan cepat?”
  4. “apa yang kamu lakuin kalo lagi buntu sebelum membuat tulisan?”
  5. “kalo kita udah nulis, tengah jalan buntu mau dilanjutin gimana terusannya, apa yang kamu lakuin?”
  6. “menurutmu konsep yang baik dalam mengarang itu gimana sih? Biar gak terjadi hal-hal yang tidak dinginkan dalam proses menulis karangan?”

Oke, itu pertanyaan temen saya, emang sih dia nanya gak beruntun gitu tapi bertahap. Saya piker pertanyaan yang gak jauh beda dengan para peserta ketika masuk sesi Tanya jawab. Tulisan ini bukan hanya untuk teman saya, tapi untuk semua teman-teman saya yang sering merasa buntu dan gak ada inspirasi buat memulai nulis.

Jawaban pertanyaan soal pertama dan kedua, “bagaimana bisa kamu berpikir merubah konsep keislamian gitu menjadi cerita cinta remaja umum?” dan “inspirasimu dari mana sih, kok seketika gitu bisa nemu pikiran itu?” simple men, awalnya saya udah berpikir jika sebagian anak akan membuat cerita yang berisikan tentang perenungan yang mungkin lebih cocok untuk mereka yang pembaca-baca kisah agamais.  Dari sini saya berpikir, kenapa semuanya bisa sepaneng gitu. Dan bagaimana saya bisa berpikir lain, karena saya mengamati sekitar yang semuanya seragam aja isinya. Lagian kenapa juga harus terpaku dengan sifat-sifat yang dimiliki si tokoh. Kenapa juga tidak berpikir untuk mengambil keseluruhan kisahnya dengan waktu yang hanya Cuma 1 jam (60menit) ditambah lagi tulis tangan. Kalo ada yang bisa selesai saat itu cerpennya, yakin gua traktir dia makan dikantin kopma sepuasnya. Dari sini gak usah pake otak kanan dulu, pake aja otak kiri. Apakah mungkin kamu bisa melakukannya dengan ruang dan waktu seperti itu?

Yaa namanya cerita tentang keagamaan emang gak bagus kalo setengah-setengah, nanti bisa salah kaprah dan terjadilah salah maksud. Jadi dari pada nulis keagamaannya, mending nulis yang lain tanpa meninggalkan nilai keagamaanya. Kenapa saya ambil Hawa, karena saya pikir kisah Nabi Adam satu-satunya Nabi yang tidak melulu kisahnya tentang dakwah dan persebaran agama islam. Jadi pasti nilai lain yang diajarkan, jadi bisa bikin celah buat ngarang sesukanya dengan tidak melupakan ruang dan waktu tersebut. Kenapa cinta? Saya pikir gak cerita yang menarik selain tentang cinta-cintaan. Setuju?

Terus soal inspirasi saya dari mana, yaa jawabannya dari mana-mana ada. Yaa kadang kita terbiasa dengan kemampuan otak kanan, segelintir orang aja bisa manfaatin keoptimalan otak kanannya. Kalo dalam ruang seperti yang terkurung bagaimana menemukan inspirasinya yaa ambilah sepotong kisah hidupmu sendiri, iya masa gak punya pengalaman yang bisa diceritakan. Gak harus juga ditulis dengan obyektif, bisa kali dikasih bumbu-bumbu imajinatif biar terlihat dan terdengar menarik.

Oke, pertanyaan selanjutnya “gimana caranya sih Rif nemuin inspirasi dengan cepat?” saya gak tau pastinya bagaimana menumbuhkan cara menemukan inspirasi dengan cepat, tapi seperti yang saya bilang sebelumnya di prolog, kalo inspirasi itu sebenarnya ada dimana-mana hanya kadang kita gak sadar. Cepat atau lambat itu tergantung bagaimana kamu bisa membuat dirimu tenang dan focus. Kalo masih merasa ada yang terbebani dalam pikiranmu, dijamin kamu akan sudah untuk focus, kalo udah susah buat focus gimana juga bisa kamu nemuin inspirasinya dengan cepat. Jadi intinya “Don’t panic!” hehehe.

Pertanyaan selanjutnya, “apa yang kamu lakuin kalo lagi buntu sebelum membuat tulisan?” yaudah gak usah maksa buat nulis, mungkin lagi timingnya bukan buat nulis dan tepat untuk ‘membaca’. Membaca yang saya maksud disini bukan sekedar baca buku atau tulisan lainya, tapi membaca semua hal. Baca apa yang kamu lihat, dengar, sentuh dan rasakan. Dari sini kamu pasti nemu jalan baru untuk kebuntuanmu. Kalo seandanya gak nemu juga yaudah tunggu aja sampe nemu. Gak usah dipaksain, dalam satra itu tidak ada paksaan, karena sastra itu tentang kebebasan.

Tapi kalo seandainya emang dalam kondisi yang mengharuskan seperti kemarin. Simple aja men, tulis aja apa yang ada dipikiran lu saat itu. Tapi sebelum nulis baca dulu keadaan setempat. Gak mungkinkan semua tulisan yang dikumpulin mau dibaca. Ngarang boleh, tapi ngarang sesuatu yang emang obyektif terjadi itu sih kelewat gila. Jadi gila oke, tapi tau resiko juga kali. Hehehe

Terus selanjutnya “kalo kita udah nulis, tengah jalan buntu mau dilanjutin gimana terusannya, apa yang kamu lakuin?” kalo saya biasanya yaa berenti, relaks dulu, refresh dulu, coba cari pencerahan. Dari pada dipaksain malah jadi beban, alhasil bisa sakit nanti. Biasanya kebuntuan tengah jalan itu karena kita bingung mau diakhiri bagaimana tulisanya, atau hal lainya karena masuknya inspirasi lain dari inspirasi yang pertama. Jadi kalo emang niat mau bikin tulisan dan biar gak buntu tengah jalan, carilah tempat yang emang membuat kamu nyaman buat nulis sesuai dengan kebutuhanmu.

Pertanyaan terakhir “menurutmu konsep yang baik dalam mengarang itu gimana sih? Biar gak terjadi hal-hal yang tidak dinginkan (kebuntuan ditengah jalan, bingung buat ending) dalam proses menulis karangan?” menurut saya konsepnya yaa disesuaikan aja dengan apa yang mau kita tulis. Kalo saya lagi ngarang konsep yang saya bikin hamper sama dengan konsep membuat lagu, ada intro, bridge, reff dan ending. Itu konsep saya tiap membuat karangan. Kadang juga konsep yang gunakan adalah membuat intisari pesan dari karangan itu dulu lalu meraciknya dengan prolog dan epilog yang menarik.  

Jadi kalo ditanya konsep yang baik itu gimana, saya juga gak tahu. Yang pasti setiap kita menulis pasti ada passion/hasrat yang ingin disampaikan, yaa disinilah kamu tuangkan lewat cerpen, apa puisi, apa artikel atau bahkan novel. Kalo emang udah ditanamkan untuk menjadi sebuah passion, dijamin gak akan buntu, paling nanti buntunya ketika masuk sesi menjembatani untuk endingnya, hehehe. Kalo hal itu terjadi, yaa seperti yang tadi saya bilang berentilah dulu. Kadang kebuntuan ditengah jalan bukan karena hanya gak ada inspirasi lagi tapi bisa jadi karena lelah, berhenti dan rehat sejenak opsi yang baik J.

Yap, itu merupakan hasil pengalaman saya yang bisa saya bagikan secara umum. Kesimpulanya bisa kalian simpulkan sendiri kan? Inspirasi itu sebenarnya ada dimana-mana, hanya saja kadang kita sering gak sadar dan sadar ketika kita baru membutuhkannya. Kalo udah buntu, ya berhentilah sejenak, jangan dipaksain. Karena segala seuatu yang dipaksakan mesti gak enak juga hasilnya :D. pesan yang lain dari saya, jangan pernah merasa terpaksa ketika menulis lalukan dengan senang hati walaupun hati sedang tidak senang J.

Selamat menulis.




   

Tidak ada komentar: