Inspirasi.
Setelah kemarin ikut workshop
penciptaan karya sastra yang diadakan oleh pihak jurusan, dan kita diwajibkan
untuk membawa cerpen hasil karya sendiri. Karena emang yang lagi dibahas
tentang pembuatan cerpen. Pada kesimpulannya dari workshop itu sebagian anak
bertanya tentang ending cerita dan menemukan inspirasi. Yaap, ini memang sering
terjadi, tapi apakah kita sadar ketika inspirasi datang kita langsung
menuliskannya? (pragmatic)
sejatinya inspirasi itu ada dimana-mana men, mereka
berhamburan, saking banyaknya kita jarang meilhat mereka dan yaa sudah berlalu
seperti debu.
Tapi kali ini saya gak bahas
bagaimana kronologi acara tersebut, tapi saya ingin berbagi cerita pasca acara
tersebut. Gak disangka, acara yang sebenarnya Cuma diwajibkan untuk mahasiswa
semester 3 PBSID FKIP UMS ini juga sampai beritanya ke kampus tetangga. Yap dia
adalah temen saya, saya juga kaget karena dia menyelinap masuk. Menurutnya
acaranya keren, tapi basi. Pembicara memang penulis yang baik, tapi sayangnya
kurang baik untuk dijadikan pembicara. “kayaknya kamu lebih cocok jadi
pembicaranya ketimbang itu bu dosen.” Kata temen saya setelah beberapa saat
kita berbincang-bincang sambil bernostalgia pasca acara.
Sedikit terbang waktu dibilang
gitu. Eits… bukan atas dasar pertemanan dia bilang gitu tapi memang obyektif
karena ada penjelasanya. Ketika diakhir acara kita para peserta disuruh untuk
membuat cerpen dengan tema yang sudah ditentukan, yang mahasiswa bertema istri
nabi dan yang mahasiswi tentang nabi. Dan dari pengamatan temen saya ketika dia
melihat kiri dan kananya, hamper semua menulis tentang kisah sebenarnya, kisah
yang sesuai dengan pengalaman cerita-cerita yang pernah mereka dengan. Semakin
monotone ketika dia lihat semua menuliskan tentang Nabi Yusuf. Klasik katanya,
karena ketampanan Nabi tersebut. Yaa saya setuju, meski dikatakan Nabi Yusuf
adalah nabi paling tampan, apa gak ada inspirasi di nabi yang lain. Kalo gitu
secara tidak langsung ketampanan adalah bagian dari inspirator.
Tapi, teman saya jauh lebih menarik
ketika mendengarkan bacaan cerpen saya yang saya buat secara mendadak. Awalnya
dia piker saya akan sama saja dengan yang lain, mencari tahu siapa istri nabi
yang paling cantik. Tapi baginya menjadi menarik ketika saya membacakan cerpen
dadakan saya yang saya ambil dari Siti Hawa, yap istri dari Nabi Adam.
Sebenarnya saya masih ragu, apakah mereka benar-benar sudah melaksanakan
pernikahan, sehingga bisa dikatakan pasutri? Lupakan. Tapi bagi temen saya udah
gak heran kalo seorang Syarif itu selalu ngawur dan bisa berjalan diluar jalan
yang seharusnya. Tadinya pula teman saya berpikir kalo pembicara akan
mengatakan itu cerita yang buruk karena banyak ngarangnya, lain cerita ketika
pembicara yang satu lagi mengatakan itu adalah cerita yang menarik. Dan tiba masuk
sesi pertanyaan dalam dialog kita, dia bertanya,
- “bagaimana bisa kamu berpikir merubah konsep keislamian gitu menjadi cerita cinta remaja umum?”
- “inspirasimu dari mana sih, kok seketika gitu bisa nemu pikiran itu?”
- “gimana caranya sih Rif nemuin inspirasi dengan cepat?”
- “apa yang kamu lakuin kalo lagi buntu sebelum membuat tulisan?”
- “kalo kita udah nulis, tengah jalan buntu mau dilanjutin gimana terusannya, apa yang kamu lakuin?”
- “menurutmu konsep yang baik dalam mengarang itu gimana sih? Biar gak terjadi hal-hal yang tidak dinginkan dalam proses menulis karangan?”
Oke, itu pertanyaan temen saya,
emang sih dia nanya gak beruntun gitu tapi bertahap. Saya piker pertanyaan yang
gak jauh beda dengan para peserta ketika masuk sesi Tanya jawab. Tulisan ini
bukan hanya untuk teman saya, tapi untuk semua teman-teman saya yang sering
merasa buntu dan gak ada inspirasi buat memulai nulis.
Jawaban pertanyaan soal pertama
dan kedua, “bagaimana bisa kamu berpikir merubah konsep keislamian gitu menjadi
cerita cinta remaja umum?” dan “inspirasimu dari mana sih, kok seketika gitu
bisa nemu pikiran itu?” simple men, awalnya saya udah berpikir jika sebagian
anak akan membuat cerita yang berisikan tentang perenungan yang mungkin lebih
cocok untuk mereka yang pembaca-baca kisah agamais. Dari sini saya berpikir, kenapa semuanya bisa
sepaneng gitu. Dan bagaimana saya bisa berpikir lain, karena saya mengamati
sekitar yang semuanya seragam aja isinya. Lagian kenapa juga harus terpaku dengan
sifat-sifat yang dimiliki si tokoh. Kenapa juga tidak berpikir untuk mengambil
keseluruhan kisahnya dengan waktu yang hanya Cuma 1 jam (60menit) ditambah lagi
tulis tangan. Kalo ada yang bisa selesai saat itu cerpennya, yakin gua traktir
dia makan dikantin kopma sepuasnya. Dari sini gak usah pake otak kanan dulu,
pake aja otak kiri. Apakah mungkin kamu bisa melakukannya dengan ruang dan
waktu seperti itu?
Yaa namanya cerita tentang
keagamaan emang gak bagus kalo setengah-setengah, nanti bisa salah kaprah dan
terjadilah salah maksud. Jadi dari pada nulis keagamaannya, mending nulis yang
lain tanpa meninggalkan nilai keagamaanya. Kenapa saya ambil Hawa, karena saya
pikir kisah Nabi Adam satu-satunya Nabi yang tidak melulu kisahnya tentang
dakwah dan persebaran agama islam. Jadi pasti nilai lain yang diajarkan, jadi
bisa bikin celah buat ngarang sesukanya dengan tidak melupakan ruang dan waktu
tersebut. Kenapa cinta? Saya pikir gak cerita yang menarik selain tentang
cinta-cintaan. Setuju?
Terus soal inspirasi saya dari
mana, yaa jawabannya dari mana-mana ada. Yaa kadang kita terbiasa dengan
kemampuan otak kanan, segelintir orang aja bisa manfaatin keoptimalan otak
kanannya. Kalo dalam ruang seperti yang terkurung bagaimana menemukan
inspirasinya yaa ambilah sepotong kisah hidupmu sendiri, iya masa gak punya
pengalaman yang bisa diceritakan. Gak harus juga ditulis dengan obyektif, bisa
kali dikasih bumbu-bumbu imajinatif biar terlihat dan terdengar menarik.
Oke, pertanyaan selanjutnya
“gimana caranya sih Rif nemuin inspirasi dengan cepat?” saya gak tau pastinya
bagaimana menumbuhkan cara menemukan inspirasi dengan cepat, tapi seperti yang
saya bilang sebelumnya di prolog, kalo inspirasi itu sebenarnya ada dimana-mana
hanya kadang kita gak sadar. Cepat atau lambat itu tergantung bagaimana kamu bisa
membuat dirimu tenang dan focus. Kalo masih merasa ada yang terbebani dalam
pikiranmu, dijamin kamu akan sudah untuk focus, kalo udah susah buat focus
gimana juga bisa kamu nemuin inspirasinya dengan cepat. Jadi intinya “Don’t
panic!” hehehe.
Pertanyaan selanjutnya, “apa yang
kamu lakuin kalo lagi buntu sebelum membuat tulisan?” yaudah gak usah maksa
buat nulis, mungkin lagi timingnya bukan buat nulis dan tepat untuk ‘membaca’.
Membaca yang saya maksud disini bukan sekedar baca buku atau tulisan lainya, tapi
membaca semua hal. Baca apa yang kamu lihat, dengar, sentuh dan rasakan. Dari
sini kamu pasti nemu jalan baru untuk kebuntuanmu. Kalo seandanya gak nemu juga
yaudah tunggu aja sampe nemu. Gak usah dipaksain, dalam satra itu tidak ada
paksaan, karena sastra itu tentang kebebasan.
Tapi kalo seandainya emang dalam
kondisi yang mengharuskan seperti kemarin. Simple aja men, tulis aja apa yang
ada dipikiran lu saat itu. Tapi sebelum nulis baca dulu keadaan setempat. Gak
mungkinkan semua tulisan yang dikumpulin mau dibaca. Ngarang boleh, tapi
ngarang sesuatu yang emang obyektif terjadi itu sih kelewat gila. Jadi gila
oke, tapi tau resiko juga kali. Hehehe
Terus selanjutnya “kalo kita udah
nulis, tengah jalan buntu mau dilanjutin gimana terusannya, apa yang kamu lakuin?”
kalo saya biasanya yaa berenti, relaks dulu, refresh dulu, coba cari
pencerahan. Dari pada dipaksain malah jadi beban, alhasil bisa sakit nanti.
Biasanya kebuntuan tengah jalan itu karena kita bingung mau diakhiri bagaimana
tulisanya, atau hal lainya karena masuknya inspirasi lain dari inspirasi yang
pertama. Jadi kalo emang niat mau bikin tulisan dan biar gak buntu tengah
jalan, carilah tempat yang emang membuat kamu nyaman buat nulis sesuai dengan
kebutuhanmu.
Pertanyaan terakhir “menurutmu
konsep yang baik dalam mengarang itu gimana sih? Biar gak terjadi hal-hal yang
tidak dinginkan (kebuntuan ditengah jalan, bingung buat ending) dalam proses
menulis karangan?” menurut saya konsepnya yaa disesuaikan aja dengan apa yang
mau kita tulis. Kalo saya lagi ngarang konsep yang saya bikin hamper sama
dengan konsep membuat lagu, ada intro, bridge, reff dan ending. Itu konsep saya
tiap membuat karangan. Kadang juga konsep yang gunakan adalah membuat intisari
pesan dari karangan itu dulu lalu meraciknya dengan prolog dan epilog yang
menarik.
Jadi kalo ditanya konsep yang
baik itu gimana, saya juga gak tahu. Yang pasti setiap kita menulis pasti ada
passion/hasrat yang ingin disampaikan, yaa disinilah kamu tuangkan lewat
cerpen, apa puisi, apa artikel atau bahkan novel. Kalo emang udah ditanamkan
untuk menjadi sebuah passion, dijamin gak akan buntu, paling nanti buntunya
ketika masuk sesi menjembatani untuk endingnya, hehehe. Kalo hal itu terjadi,
yaa seperti yang tadi saya bilang berentilah dulu. Kadang kebuntuan ditengah
jalan bukan karena hanya gak ada inspirasi lagi tapi bisa jadi karena lelah,
berhenti dan rehat sejenak opsi yang baik J.
Yap, itu merupakan hasil
pengalaman saya yang bisa saya bagikan secara umum. Kesimpulanya bisa kalian
simpulkan sendiri kan? Inspirasi itu sebenarnya ada dimana-mana, hanya saja
kadang kita sering gak sadar dan sadar ketika kita baru membutuhkannya. Kalo
udah buntu, ya berhentilah sejenak, jangan dipaksain. Karena segala seuatu yang
dipaksakan mesti gak enak juga hasilnya :D. pesan yang lain dari saya, jangan
pernah merasa terpaksa ketika menulis lalukan dengan senang hati walaupun hati
sedang tidak senang J.
Selamat menulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar