Kamis, 19 Desember 2013

Pasangan (Repost)

Pasangan
Friday, June 21, 2013 2:36:35 AM
“Pasangan yang baik pasti bisa menciptakan kebahagian dan membawa hidup menjadi sempurna.”


Tiba-tiba terbangun pukul 20 menit lepas dari jam 2 dini hari, terngiang kembali pertanyaan yang berputar-putar selepas mimpi tadi. “Apa yaa salah ku, kok aku kendel yaa salah, opo kono sedih aku kon melu sedih??” dan endingnya keluarlah pernyataan “Cowok emang gak pernah pake’ perasaan!”

Seribu kali bertanya, dalam situasi yang rumit seperti itu apakah harus tetap memakai perasaan? Jika semakin didramatisir yang ada semakin terpuruk. Konon katanya, yang namanya pasangan itu saling melengkapi. Lantas, jika sudah tidak bisa saling melengkapi, kon piye jal? Haruskah disudahi?

Oke, back to point.

Bicara tentang pasangan, memang sulit menemukan definisi yang tepat. Dalih manusiawi dijadikan akar alasan yang tak pernah terselasaikan. Apakah tak layak kita mendapatkan kesempurnaan meski yang sempurna itu milik lagunya andra, eh... salah, maksudnya miliknya Tuhan. 

Jika ada yang mengatakan kesempurnaan yang akan dimiliki manusia berada di surga kelak, mungkin mati akan menjadi tujuan utama awal kita hidup. Bagi mereka yang sudah sulit dalam kehidupan, tak helak ketika frustasi, depresi dan stres, bunuh diri menjadi jalan keluar penyelesaian kehidupan yang rumit. Jadi, siapa yang salah?

Sisi lain mengatakan, dengan memiliki pasangan bertujuan untuk bisa melengkapi hidup kita atau kata lainya agar sempurna. Apapun yang tidak kita miliki bisa dilengkapi oleh pasangan itu. Dalam pengertian saya terbenak, berarti orang lain yang menjadi pasangan itu hanya pelengkap atau tumbal agar menutupi kekurangan yang orang pertama miliki. Dari sini justru yang keluar dalam kesimpulan saya orang kedua itu harus memiliki perbedaan dengan orang pertama atau orang kedua tidak memiliki kasta yang sama dengan orang pertama. Jadi teringat kutipan perahu kertas, “Hati itu untuk dipilih bukan memilih” lantas siapa yang berhak memilihnya ketika semua ingin dipilih? Masih kontroversial dalam maindset saya. 

Mengapa masih kontrovesial? Logikanya, si memilih dia berarti tidak sepenuhnya juga menggunakan hati, melaikan juga emosi dan akal pikiran. Kemungkinan juga itu terbenakan arti bahwa dipilih sebagai panggilan, berarti tetap memilihkan? Ya sudahlah, namanya kisah fiktif, kutipanya hanya dibuat seromantis mungkin untuk mendramatisir keadaan agar semakin romantis. Tidak bermaksud itu adalah kebohongan, karena faktanya sebagian besar penulis juga mengambil potongan hidupnya untuk dijadikan karyanya. Hanya saja mereka pandai merubah skenario agar bisa masuk pasaran.

Oke, back to point.

Sedikit melebar. Pasangan, saya justru teringat dengan kata “Partner”. Setelah buka KBBI, dua kata itu ternyata hampir memiliki kesamaan arti namun sedikit melenceng faham. Hahaha, malah terdengar rumit. Biar gampang ini arti dari pasangan dan partner menurut KBBI.

pa•sang•an : 1 barang apa yg dipasang; 2 petaruh (dalam perjudian); 3 hasil memasang; 4 kayu yang diletakkan di tengkuk lembu untuk menarik pedati; 5 yang menjadi padanannya (jodohnya, teman bermainnya, dsb); partner;

part•ner : 1 orang (badan usaha dsb) dari dua pihak yang berbeda yang bekerja sama karena saling membutuhkan atau melengkapi (dalam suatu kegiatan, usaha dagang, dsb); mitra; pasangan: pengusaha merupakan -- pemerintah dalam usaha pembangunan negara; 2 pasangan main (dalam olahraga, menari, dsb);

sudah difahami masing-masingkan? Tidak heran ketika mengatakan pasangan lebih identik yang keluar pertama adalah tentang lawan jenis dan ketika mengatakan partner berati teman bisnis. Apakah tidak bisa pasangan itu adalah partner juga?

Oke, kita coba telusuri yaa.

Dalam arti pasangan (yang sudah saya garis bawahi) adalah “padanan” yang di dalamnya terdapat partner juga, sedangkan partner lebih dispesifikan “dari dua pihak yang berbeda yang saling bekerja sama karena saling membutuhkan atau melengkapi”. Jadi, apa bedanya dengan pasangan yang sudah saya bahas diatas? Meski di dalam patrner menjelaskan dalam suatu kegiatan, tetapi saya menggaris bawahi ambigulitasnya.

Hahaha, rumitkah? Sebenarnya tidak jika kalian ingin menemukan sebuah kebenaran. Mindset saat ini banyak yang terukir dari nilai-nilai subyektifitas tanpa memikirkan dampak setelahnya, makin galau makin laris dalam pasaran. Mindset mendramatisir semakin menggila, seharusnya jiwa muda penuh dengan kobaran semangat merdeka tapi malah terkurung dan memilih garis aman.

Oke, back to point again.

Pasangan, ketika menulis tulisan ini saya pribadi ingin berbicara tentang pasangan yang seperti pacar, kekasih atau sahabat. Namun sulit menjadikan satu obyek saja dari ribuan kata yang lahir tiap detiknya. Menarik kembali kata sempurna, rasanya sirna ketika semua tujuan kita memiliki pasangan adalah untuk kebahagian. Karena penginterpretasi sempurna sendiri juga berlainan, bahkan ketika orang itu merasa bahagia dengan pasangannya saja, hal itu sudah dikatakan sempurna. So, berakhir sudah pembicaraanya. 

Entah seperti apa pasangan yang sempurna itu, yang jelas menurut saya pasangan yang sempurna mungkin dari diri kita sendiri yang mampu melahirkan itu (subyektif). Mungkin, sebagian besar menilai kesempurnaan tadi ketika keduanya bahagia. Lantas, apa sih guys bahagia itu? Nih... menurut KBBI.

ba•ha•gia: 1 keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan): -- dunia akhirat; hidup penuh --; 2 a beruntung; berbahagia: saya betul-betul merasa -- krn dapat berada kembali di tengah-tengah keluarga;

Apakah bahagia itu permanen? 

Yaa, menurut saya sendiri permanent guys. Permanent disini gak berarti abadi, tapi dapat didapatkan dalam jangka waktu yang lama bukan sekedar musiman. Jadi teringat sosok pasangan yang menurut saya dia tidak sempurna tapi BAIK untuk saya dan hidup saya. Kisah usang memang, tapi tetap saja berakar dan menyisakan karat dalam hidup saya. “Kalo aja ada kembaran yang seperti dia, mungkin ke ujung lautan pasti masih gua kejar...” – batin, padahal berenang aja gak bisa...

Yaap, tidak perlu sempurna men, asalkan baik sebenarnya sudah dipastikan bahagia. Tapi, mencari orang baik di jaman sekarang ini seperti mencari emas. Kalau ada yang murni pasti sulit ditemukan kalau nemu di jalanan pasti udah ada campuran imitasi, dan kalau ada yang dipajang dan murni, pastikan itu memiliki harga naudzubillah bejejer nolnya.

Yaah... inilah hidup men... gak bisa dijawab tapi harus tetap dijalani. Pasangan yang baik itu yaa bisa saling mengisi men, bukan sekedar untuk melengkapi. Pasangan yang baik itu bisa menjadi penyemangat dan stimulator untuk lebih baik dan mencapai kebahagian hidup. Jika pasanganmu cuma bikin resah, galau, atau hal yang merepotkan lainya padahal kamu belum berkewajiban untuk hal itu, sebaiknya tinggalkan selama masih dapat ditinggalkan, dunia gak selebar daun kelor doang men... – kata Saykoji.

Saya pribadi kadang heran, mengatas namakan “Cinta” semua menjadi perkorbanan. Padahal cinta itu anugrah untuk meraih kebahagian, bukan penderitaan. Cinta itu udah jelas tentang perasaan, ketika sudah tidak nyaman lagi, mau dibilang apa? Jadi pikirkan baik-baik dalam memilih pasangan.

Berbeda karakter dalam pasangan mungkin oke saja, asalkan memiliki tujuan yang sama. Pasangan itu seperti organisasi, ketika sudah berbeda visi, misi dan tujuan mendingan bubar aja, dari pada menyesal nantinya. Iya jika sukses, jika belum memulai start sudah gagal karena tidak kompak? Ya sudahlah...

Pasangan tidak melulu dengan kata pacar atau kekasih. Rekan, teman dan sahabat juga bagian dari pasangan. Justru pasangan yang baik sebenarnya buat saya adalah pacar atau kekasih yang baik itu juga bisa menjadi teman atau sahabat. Sehingga dia benar-benar menjadi sosok yang dibutuhkan. Saya berani mengatakan hal itu, karena saya pernah merasakan bagaimana sempurnanya hidup ini ketika dulu saya memiliki kekasih namun juga mampu menyusaika diri ketika saya membutuhkan sahabat. Tidak melulu masalah percintaan tapi juga asik untuk bercerita lepas, dengan mengingat masih remaja, selalu ada gadis atau jejaka di depan pintu manapun.

Pada akhirnya, ketika berbicara pasangan, kita juga akan berbicara kebahagian bukan kesempurnaan melainkan menjadikan hidup ini sempurna. Jika banyak yang bilang tidak ada manusia yang sempurna, saya pikir karena kita itu makhluk (kata benda) sedangkan sempurna itu kata sifat. Bisa difahami kan?

“Pasangan yang baik pasti bisa menciptakan kebahagian dan membawa hidup menjadi sempurna.” – Pangroks 

Jadi, untuk menjadi pasangan yang baik, maka perbaiki dulu diri sendiri untuk menjadi sosok yang baik. Jangan pernah membagi cintamu sebelum kamu mampu mencintai diri sendiri dan hidupmu. Bukan egois, tapi semua dimulai dari diri sendiri, sehingga kita mampu menjadi cerminan untuk orang lain. Fisik mungkin banyak yang tidak sempurna, tapi hati bisa diciptakan sempurna. 

Cinta itu anugrah, bukan penderitaan. Jadi, jangan pernah takut untuk mengenalnya. Tidak ada cinta yang jatuh, tapi dia ada karena kita sendiri yang melahirkannya. Jangan sesali ketika kamu merasakan cinta karena itu sudah fitrah manusia, dia tidak mudah untuk dilahirkan. Ketika lahir, ungkapkan dan jangan dipendam. “Sungguh menyesal ketika kita tidak bisa memiliki orang yang kita cinta, namun jauh lebih menyesal dan merugi ketika kamu mencintai seseorang namun tidak mampu mengungkapkannya.” – Khalil Gibran.

Ungkapan cinta kepada orang lain bukan hanya milik pria, wanita juga memiliki. Bukan maksud menyamakan, hanya saja kalian (wanita) harus melakukannya dengan cara yang berbeda dengan pria. Bagaiamana? Yaa saya juga belum tahu, karena saya masih tetap pria dan belum pernah menjadi wanita.

Sekian, semoga bermanfaat dan lebih membuka pikiran pembaca sekalian. Jika baru tersadar segeralah membeli cermin yang baru yang masih bisa seratus persen akurat dalam memberikan pantulannya. Tidak kata terlambat kalau kita mau memperbaiki untuk lebih baik. Terkadang memang harus gagal dulu untuk memulai kesuksesan. Jangan lupa tinggalkan komentar dan kritikan anda untuk diri saya yang lebih baik lagi.

Bye...

Tidak ada komentar: