Rabu, 19 Maret 2014

Aku dan ABH (Anak Broken Home)

Jadi malu, adik kok gak tahu prestasi kakaknya sendiri. Entahlah, antara duniaku lebih menarik atau aku memang malas menyenggol pembicaraan tentang keluarga.


Tadi baca tulisan Kak Dila yg terpilih menjadi 10 cerita inspiratif untuk 'BUKAN ABH BIASA'. Bukan tentang ceritanya yang menginspiratif saya, hanya saja lebih menarik di prolog dan beberapa hal tentang keluarga yang baru malam ini saya tahu. Sebelumnya sudah tau, hanya saja kini seperti lahir versi yang beda. Tapi saya tidak mempermasalahkan hal itu.

Lebih dalam dari itu, ada banyak hal yang baru saya ingat. Ketika ditemani segelas es kopi putih di tepi angkringan st. Lempuyangan Jogja. Saya ingat, dulu sebelum masuk SD saya pernah memiliki Papah, untuk tiap malam mengajari baca, tulis dan hitung. Saya ingat dulu ketika esok di sekolah ada pemeriksaan kuku, Papah pernah motongin kuku dengan tambahan bantuan lampu 25watt. Saya ingat dulu pernah menangis luar biasa karena sariwawan yang overload, trus digendong papah keluar rumah. Papah tidak 'mencup-cupkan' saya tapi justru menggoda saya tiap ada tetangga yang melihat saya menangis. Bahkan sekarang baru ingat kata 'sariwawan' dulu papah yang ngenalin, ketika bercandain saya dengan tetangga rumah yang orangnya itu namanya 'Wawan'.

Saya ingat juga dulu Papah sering imamim pas sholat tarawih di rumah, dari sini sampai detik ini nada beliau yang saya pakai ketika membaca Al-Fatiha. Ketika yang lain mengecilkan basmalah, tapi saya tetap dengan mengeraskannya, karena itu yang selalu terekam di alam bawah sadar saya. Tiap Sholat ketika mencoba nada yang lain tapi selalu yang keluar itu nadanya Papah. Surat pendek yang membuat saya hafal luar biasa itu Al-Ma'un, beliau suka baca ini.

Ya saya pernah memiliki Papah ketika kanak-kanak dulu. Saya ingat sekarang, beliau yang anter saya sunat, beliau pernah nyuapin saya ketika dulu dirawat jalan karna typus. Dan karna beliau saya jadi pernah maniak minyak rambut, bahkan minyak rambut beliau menjadi minyak rambut favorit saya tanpa sadar jika beliaulah awal mulanya.

Tapi saya benar-benar tidak ingat rupanya dulu. Sebelum akhirnya vespanya diwariskan ke saya, saat itulah saya baru benar-benar mengenal siapa itu Pak Min. Bagaimana masa kanak-kanak beliau, remaja, keluarganya, kerja, sampai teman-teman beliau, sampai pertemuan belau dengan Mamah, semua cerita itu luput kita habiskan malam-malam weekend berempat. Ya, saya, Papah, kopi, dan stimulator keakraban (rokok). Setelah itu saya baru merasakan benar-benar memiliki Papah. Meski tetap ada rasa canggung, dalam bawah sadar saya tidak bisa menerima jika saya memilikinya.

Lupakan. Ada dan tidak adanya beliau selama ini tidak banyak mempengaruhi hidup saya. Ya, kalo kak dila punya annajah, muat, dan BK UAD-nya. Saya punya Outsiders, TK 85, X3-doski, sedulur vespa, dan teman-teman rumah baik yang sudah wafat atau masih bernafas lega atau tidak. Dimana letak keluarga? Sama, 80% diri saya terbentuk dari lingkungan. Apakah saya ABH? entahlah, tapi saya cukup berterimakasih pada Semesta. Cerita kehidupan liar apa yang belum tercicipi? Terimakasih lagi Semesta, Paduka anugrahkan kasta ABH yang membuat saya jadi benar-benar mengenal dunia dan menjadikan dendam berkarat "gua harus punya kehidupan yang lebih baik".

Ada hikmah dibalik itu semuanya, besar tanpa Papah dan hanya dengan Mamah membuat saya banyak belajar untuk menjadi Papah kelak dengan berbagai versi keluarga. Meskipun dalam hati saya masih ada keraguan “apakah saya akan menjadi Papah?” terlalu banyaknya ke-tahu-an saya membuat saya takut untuk membangun keluarga, memiliki istri, bahkan menciptakan Punkrocker-Pinkrocker junior dengan benih saya sendiri. Saya cukup sadar diri belum pernah pantas untuk siap dengan kehidupan yang seperti itu, masih banyak hal yang ingin saya lakukan, untuk keluarga, keluarga kedua, sahabat, kerabat, dan dunia saya sendiri.

Dan pada akhirnya, jika ingin disesali maka tidak akan ada habisnya, jika ingin dikeluhkan maka tidak akan ada akhirnya, jika ingin disyukuri maka tidak akan ada ruginya juga . Inilah cerita kehidupan, ABH atau tidak bukan alasan untuk menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk. Hidup hanya sebuah lapangan peperangan. Bukan menang atau kalah yang dituju, tapi bagaimana bisa tetap bertahan hidup. Karena tujuan akhir hidup ini hanya ada 2 pilihan, surga atau neraka, senang atau susah, bahagia atau menderita, bebas atau terkekang, sukses atau pecundang dan melawan atau menyerah.

Sedulur ABH, tidak usah berkecil hati karena melihat sinetron-sinetron, FTV, film, novel, cerpen dan lain-lain yang terlihat memiliki keluarga yang sempurna, itu hal yang biasa. Kita terlahir luar biasa, tidak sama. Beda berarti spesial. Tidak sembarangan anak yang mendapatkan kesempatan mendapatkan gelar ABH. Itu akan menjadi berharga dan benilai jika kita mampu mempertahankan tahtanya, tapi jika menggadainya maka tidak akan ada lagi nilai-nilai spesial dan luar biasanya. Tentukan pilihan kalian, ingin menjadi anak yang biasa-biasa saja atau menjadi luar biasa.

Ingat! Musuh terbesar kita bukanlah di takdir, Papah, Mamah atau keluarga, tapi ada dicermin ketika kamu berahadapan dengannya. Dialah sosok yang harus kamu kuasai sebelum menguasai dunia. Lagi, lagi dan lagi saya ulang petuah klasih ini “Ngomong teori emang gampang, tapi prakteknya itu susah. Tapi ada hal yang lebih gampang, ngulang kata-kata tadi dan tidak melakukan apa-apa.” Dan juga, ketika tidak ada lagi tembok untuk bersandar, masih ada lantai untuk sujud. Tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan. Sulit memang, jika tidak sulit maka namanya bukan lagi masalah. Ingat Tuhan selalu bersama orang-orang yang mempercayai keberadaanya.


Tetap semangat!

St. Lempuyangan 19 Maret 2014.

ada lagu untuk kalian, maaf jika suaranya gak seenak lagunya :D
Tinggal Klick bisa langsung dengerin atau bisa juga langsung di download...

Tidak ada komentar: