Minggu, 07 Juli 2013

Politik Klasik Di Kampus Antik

“Jika memang berkualitas mengapa harus takut tersaingi?” – Batin.

Politik.

Good, disini politik disana politik. Ruang kecil ada politiknya, apa lagi yang nampak di mata. Dimana-mana selalu ada politiknya, adakah ruang tak berpolitik?

Sekilas jika menggunakan politik yang baik, birokrasi pasti tidak ada yang sulit dan semua infrastruktur terlihat menjadi relevan. Tapi, satu dua pihak bergelut tahta seakan hanya mereka yang baik. Dengan kasta dan kenalan orang dalam, semua diatur sesuka hati. Kami? Yaa, cecunguk ingusan ini hanya mengikuti saja seperti kerbau yang dicucuk hidungnya.

“Jika memang berkualitas mengapa harus takut tersaingi?” – Batin.

Organisasi atau UKM salah satu wadah kreasi yang diberikan pihak kampus. Sayang, wadah ini malah menjadi arena perang antara Amerika dan Soviet. Diam-diam saling gempur dibelakang, kami warga Asia mana mengerti. Sepengetahuan kami yaa, jika komandan bilang tembak yaa tembak jika komandan bilang loncat yaa loncat jika komandan bilang maju yaa maju. Oh shit men!

Padahal tanpa disadari di depan itu ada ratusan ranjau yang siap menghancurkan raga dan jiwa. Masih mau maju?

Politik klasik di kampus antik.
Bergapura besar dan model mewah.
Menjanjikan sejuta pengalaman menarik.
Tanpa sadar, ini arena gulat berkawah.

Rasanya batin semakin jenuh degan arena dramatis ini, mencari otak atas kesalahan naskah yang aku terima. Arena ini mengajarkan realistis sekali, buat apa kita dipaku pendirian jika harus mengikuti arus jalur yang ada. Semoga hanya masa periode ini. “Piye kabare? Seh penak jaman ku toh?” – Soeharto.

Birokrasi menjadi formalitas agar semua tetap dalam kendali, menyandang ketua tapi tetap dibawah cucuk kasta. Jika faham busuk ini tetap bertahan rasanya enggan juga jika bekerja rodi atau kata halusnya mengabdi. Kami berikan loyalitas tapi jika tetap dibawah mata perompak, tetap saja seorang cecunguk bukan profesional. Bagaimana harus meluruskannya? Jika kebaikan menjadi garis finish bukan sebuah proses kesuksesan.

Heran. Merenung lagi. Haruskah aku mengajukan surat pensiunan muda?

Tidak ada standarisasi disini. Lagi, lagi dan lagi semuanya dilihat dari kasta. Kasta, kasta dan kasta. Muak mengeja kata itu. Kualitas personal tidak lagi berarti jika tidak diimbangi dengan kasta, jika mereka yang mengaku Bos masih bersikap perompak. Keresidenan ini butuh pemberontak, agar tidak lagi melihat semua dari cover dan tahun terbitan. Siapa pengarang dan isi tulisan perlu diperhatikan juga Bos.

Sikut-menyikut, menjadi ucapan selamat datang. Apalah arti tahta yang dimiliki jika hanya menjadi kerbau cucuk. Kamu itu memiliki kendali dan harapan dari para pengharap. Berontak! Buka matamu dan lihatlah sekitar dengan kedua matamu, jangan lagi meniru perompak yang bangga menutup matanya sebelah.

Inggak-ingguk.
Politisi mengangguk-angguk.
Wajah bodoh tengak-tenguk.
Kasta rendah calon cecunguk.

Berakhir sudah arti sebuah pembaruan. Pemberontak tetaplah menjadi musuh besar politisi. Idealisme perubahan hanya sebatas angan. Budidaya perompak tetap akan menjadi kiblat yang disembah. Tidak banyak solusi selain bertahan, bertahan dan bertahan. Seorang pembaruan tidak pernah berhenti setengah jalan.

“Setitik lebih berarti dari pada tidak sama sekali.” – Pangroks

“Lebih baik diasingkan dari pada hidup dalam kemunafikan.” – Gie

“Lebih baik dibenci karena jadi diri sendiri dari pada disukai karena menjadi penjilat. Dan perubahan itu tidak pernah ada di tangan penjilat.” – JRX

Teman, ingatlah kamu adalah pemimpin untuk hidup kamu sendiri. Mulai dengan bersikap jujur pada dirimu, maka kamu mengerti mengapa kamu bisa berpikir dan diberika dua mata dan dua telinga. Terkadang kosa kata antagonis itu tidak selalu berarti jahat. Saran iblis tidak selalu buruk jika mampu merubahnya menjadi jalan kebaikan. Kesempatan sukar ditemukan dua kali, selagi memiliki kesempatan gunakan sebaiknya. Kekuasaan itu bukan sekedar genggaman, tapi merupakan harapan mereka yang mempercayaimu. Tapi jangan pernah merubah dirimu, pertahankan attidude kamu, maka kamu menjadi karakter inspirator.

Katakan salah jika salah, dukung kebenaran jika memang logis dan sesuai dengan akal pikir kebaikan dirimu dan mereka. Kasta bukan lagi alasan untuk tidak bertindak lebih. Jika tua terpandang itu sudah basi, saatnya yang muda beraksi membawa pembaruan. Percuma ribuan teori kebaikan ada jika satupun tidak ada yang diaplikasikan. Ilmu menggunung tetap saja kosong jika tidak ada manfaatnya, amalkan teman!

Akhir kisah birokrasi.
Evaluasi penutup basi.
Sadar dan mulailah beraksi.
Kita bukan kerbau cucuk politisi.


Tidak ada komentar: