Politik.
Good, disini
politik disana politik. Ruang kecil ada politiknya, apa lagi yang nampak di
mata. Dimana-mana selalu ada politiknya, adakah ruang tak berpolitik?
Sekilas jika
menggunakan politik yang baik, birokrasi pasti tidak ada yang sulit dan semua
infrastruktur terlihat menjadi relevan. Tapi, satu dua pihak bergelut tahta
seakan hanya mereka yang baik. Dengan kasta dan kenalan orang dalam, semua
diatur sesuka hati. Kami? Yaa, cecunguk ingusan ini hanya mengikuti saja
seperti kerbau yang dicucuk hidungnya.
“Jika memang
berkualitas mengapa harus takut tersaingi?” – Batin.
Organisasi atau
UKM salah satu wadah kreasi yang diberikan pihak kampus. Sayang, wadah ini
malah menjadi arena perang antara Amerika dan Soviet. Diam-diam saling gempur dibelakang,
kami warga Asia mana mengerti. Sepengetahuan kami yaa, jika komandan bilang
tembak yaa tembak jika komandan bilang loncat yaa loncat jika komandan bilang
maju yaa maju. Oh shit men!
Padahal tanpa disadari di depan itu ada
ratusan ranjau yang siap menghancurkan raga dan jiwa. Masih mau maju?
Politik klasik di
kampus antik.
Bergapura besar
dan model mewah.
Menjanjikan sejuta
pengalaman menarik.
Tanpa sadar, ini
arena gulat berkawah.
Rasanya batin
semakin jenuh degan arena dramatis ini, mencari otak atas kesalahan naskah yang
aku terima. Arena ini mengajarkan realistis sekali, buat apa kita dipaku
pendirian jika harus mengikuti arus jalur yang ada. Semoga hanya masa periode
ini. “Piye kabare? Seh penak jaman ku toh?” – Soeharto.
Birokrasi menjadi
formalitas agar semua tetap dalam kendali, menyandang ketua tapi tetap dibawah
cucuk kasta. Jika faham busuk ini tetap bertahan rasanya enggan juga jika bekerja
rodi atau kata halusnya mengabdi. Kami berikan loyalitas tapi jika tetap
dibawah mata perompak, tetap saja seorang cecunguk bukan profesional. Bagaimana
harus meluruskannya? Jika kebaikan menjadi garis finish bukan sebuah proses
kesuksesan.
Heran. Merenung lagi.
Haruskah aku mengajukan surat pensiunan muda?
Tidak ada
standarisasi disini. Lagi, lagi dan lagi semuanya dilihat dari kasta. Kasta,
kasta dan kasta. Muak mengeja kata itu. Kualitas personal tidak lagi berarti
jika tidak diimbangi dengan kasta, jika mereka yang mengaku Bos masih bersikap
perompak. Keresidenan ini butuh pemberontak, agar tidak lagi melihat semua dari
cover dan tahun terbitan. Siapa pengarang dan isi tulisan perlu diperhatikan
juga Bos.
Sikut-menyikut,
menjadi ucapan selamat datang. Apalah arti tahta yang dimiliki jika hanya
menjadi kerbau cucuk. Kamu itu memiliki kendali dan harapan dari para pengharap.
Berontak! Buka matamu dan lihatlah sekitar dengan kedua matamu, jangan lagi
meniru perompak yang bangga menutup matanya sebelah.
Inggak-ingguk.
Politisi
mengangguk-angguk.
Wajah bodoh
tengak-tenguk.
Kasta rendah
calon cecunguk.
Berakhir sudah
arti sebuah pembaruan. Pemberontak tetaplah menjadi musuh besar politisi. Idealisme
perubahan hanya sebatas angan. Budidaya perompak tetap akan menjadi kiblat yang
disembah. Tidak banyak solusi selain bertahan, bertahan dan bertahan. Seorang pembaruan
tidak pernah berhenti setengah jalan.
“Setitik lebih
berarti dari pada tidak sama sekali.” – Pangroks
“Lebih baik diasingkan dari pada hidup dalam
kemunafikan.” – Gie
“Lebih baik
dibenci karena jadi diri sendiri dari pada disukai karena menjadi penjilat. Dan
perubahan itu tidak pernah ada di tangan penjilat.” – JRX
Teman, ingatlah kamu
adalah pemimpin untuk hidup kamu sendiri. Mulai dengan bersikap jujur pada
dirimu, maka kamu mengerti mengapa kamu bisa berpikir dan diberika dua mata dan
dua telinga. Terkadang kosa kata antagonis itu tidak selalu berarti jahat. Saran
iblis tidak selalu buruk jika mampu merubahnya menjadi jalan kebaikan. Kesempatan
sukar ditemukan dua kali, selagi memiliki kesempatan gunakan sebaiknya. Kekuasaan
itu bukan sekedar genggaman, tapi merupakan harapan mereka yang mempercayaimu. Tapi
jangan pernah merubah dirimu, pertahankan attidude kamu, maka kamu menjadi
karakter inspirator.
Katakan salah jika
salah, dukung kebenaran jika memang logis dan sesuai dengan akal pikir kebaikan
dirimu dan mereka. Kasta bukan lagi alasan untuk tidak bertindak lebih. Jika tua
terpandang itu sudah basi, saatnya yang muda beraksi membawa pembaruan. Percuma
ribuan teori kebaikan ada jika satupun tidak ada yang diaplikasikan. Ilmu menggunung
tetap saja kosong jika tidak ada manfaatnya, amalkan teman!
Akhir kisah
birokrasi.
Evaluasi penutup
basi.
Sadar dan
mulailah beraksi.
Kita bukan kerbau
cucuk politisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar